Sabtu, 10 Desember 2011

Percakapan disuatu Restoran

            Disalah satu sudut restoran terkenal di daerah Sudirnan Jakarta, duduk seorang wanita dewasa cukup umur menggunakan setelan blouse hitam ketat dengan dua kancing bagian atas yang sengaja terbuka dan celana jeans biru dongker dengan sejumlah aksesoris yang menggantung dileher dan tangan.

Sepatu hitam dengan high heels 10 cm menjadikannya terlihat lebih elegan dan trendi jika harus dibandingkan dengan usianya. Tampaknya wanita ini memang rajin merawat diri dan mengikuti perkembangan mode sehingga penampilannya benar-benar terlihat apik dimata walaupun usianya sudah tidak muda.

            Tangan kirinya memegang sebuah smartphone masa kini dengan tipe terbaru sedangkan tangan kirinya dibiarkan memainkan sendok teh diatas cangkir dengan gerakan memutar sehingga bisa terdengar suara denting sendok yang beradu dengan cangkir.

            Dari arah pintu restoran datang seorang pemuda menggunakan kemeja kotak-kotak warna hijau dengan kaos putih didalamnya dan celana panjang serta sepatu sport warna putih. Terlihat masih sangat muda.

            Ditangan kanannya, dia menggenggam smartphone tipe terbaru sambil menekan tombol huruf dan sesekali matanya mencari-cari sosok seseorang yang sedang dia tunggu ke seluruh ruangan.

            Kakinya melangkah kearah wanita dewasa yang duduk disudut ruangan tersebut. Mata mereka saling menyambut diiringi senyuman lebar menghias bibir merekea. Sebuah kecupan hangat mendarat dikedua pipi wanita itu. Lalu pemuda tersebut duduk dihadapannya.

            Dan sedikit percakapan terjadi diantara mereka sampai sebelum dering telepon masuk dari ponsel mereka berbunyi.

            “Halo Pap”, jawab wanita kepada suara seorang diujung telepon dengan sumringah.

            “Ya Pa”, suara sang pemuda dengan intonasi yang terdengar malas menjawab.

            “Aku lagi di café nunggu Jeng Tika mau ke salon”

            “Aku ga mau pulang”

            “Cuma pesan teh aja kok, aku udah makan tadi dirumah”.

            “Papa ga usah repot mikirin aku, kau udah gede bisa hidupin diri sendiri tanpa harus lagi dicekokin sama Papa and Mama”.

            “Si Bibi yang buatin nasi goreng. Papi udah makan belum?Jangan keasyikan kerja terus dong Pap”.

            “Aku udah gede Pa, kerja apapun bisa. Udahlah Papa ga usah ngurusin aku, urusin aja urusan Papa sama Mama yang ga pernah berhenti berantem”.

            “Makan sama siapa Pap?”.

            “Buat apa aku pulang?buat ngedenger and ngelihat orang berantem terus tiap hari?”.

            “Ga sama perempuan kan?Bisa aja kan Papi jauh disana dan bisa cari perempuan buat temenin Papi makan dan senang-senang”.

            “Aku akan pulang kalau aku mau pulang”.

            “Iya aku percaya aja deh sama Papi. Oh ya Pap, kapan mau beliin aku perhiasan yang waktu itu? Si Jeng Ratih udah punya tuh Pap aku kan juga ga mau ketingalan”.

            “Udahlah Pa, dari pada urusin aku mendingan Papa urusin Mama atau urusin selingkuhan-selingkuhan kalian”.

            “Lho terus Papi kerja buat siapa kalo bukan buat aku?makanya aku minta macem-macem sebagai ganti Papi yang jarang pulang”.

            “Silahkan Papa mau bilang aku apa aja, silahkan Pa!”. Sang pemuda tersebut beranjak dari tempat duduknya dan memilih berdiri disudut ruangan dekat kursi yang dia duduki tadi.

            “Sebagai ganti aku yang kesepian. Yang penting kan aku ga main lelaki disini”.

            “Ga usah sok lembut dan sok nasehatin aku karena Papa juga harusnya butuh dinasehatin”.

            “Lho Papi ga percaya?. Setiap hari aku cuma hidup bareng si Bibi dan anjing kita Cipi”.

            “Aaaggghhh DAMN!”. Sang pemuda tersebut memutus pembicaraannya ditelepon. Wajahnya tampak marah dan kesal. Diremasnya telepon genggamnya dengan kasar. Dia duduk kembali dikursi tadi lalu memberi isyarat kepada waitress untuk membawakan air.

            Tampak sang wanita masih asyik dengan perbincangannya ditelepon. Tak lama wajahnya memberi isyarat kepada sang pemuda yang duduk dihadapannya untuk tidak bersuara. Dan sang pemuda tersebut menurutinya dan tertunduk dengan kedua tangan menjenggut rambut style nya.

            Tangan si wanita kemudian meraih tangan pemuda tersebut sambil tetap melakukan percakapan diujung telepon.

            “Iya dong Papi harus percaya sama aku. Si Cipi baik-baik aja kok Pap. Oh ya Papi kalo pulang jangan lupa beliin baju Cipi yang lucu ya disana”.

            Dering telepon masuk berkali-kali berbunyi dari ponsel sang pemuda tapi berkali-kali juga sang pemuda menolak panggilan tersebut.

            Sambil tetap memperhatikan sang pemuda, wanita itu tetap melalukan percakapan dan seperti ingin segera mengakhiri percakapannya.

            “Iya Pap. Papi pulang kapan? Kalo pulang kabarin dulu ya, ga usah kasih surprise-surprise segala. Ok Pap?. Ya udah Pap Jeng Tika nya udah datang nih. Papi jangan nakal ya disana, jangan lupa makan dan cepet pulang ya Pap. Daaaahh Papi. Muuaahhh”. Suara kecupan diberikan sang wanita tersebut melalui speaker ponsel untuk seorang diujung telepon sana, kemudian ponsel tersebut diputusnya cepat-cepat.

            Kedua tangannya kini meraih tangan sang pemuda. Matanya menatap memelas dan kemudian berubah menjadi tatapan nakal.

            “Kamu ga usah pikirin masalah kamu dulu ya. Sekarang saatnya kita bersenang-senang”. Mimik muka yang menggoda dikeluarka oleh wanita tersebut untuk menghibur sang pemuda.

            Diraihnya tas dari kursi sebelah dan tangan satunya menarik tangan sang pemuda yang masih duduk menunduk dengan sejumlah masalah yang membebani pikirannya untuk mengikutinya pergi meninggalkan restoran.

            Mereka menuju sebuah mobil berwarna silver yang terparkir diarea parkir restoran. Lalu mereka masuk kedalam mobil dan terjadi percakapan singkat diantara keduanya. Perlahan namun meyakinkan tangan sang wanita meraih wajah sang pemuda sambil mendekatkan bibir meronanya ke bibir sang pemuda. Mereka berciuman hangat dan penuh gairah seakan tak peduli lagi bahwa mereka masih berada diarea publik.

            Setelah hasrat mereka terselesaikan, sang pemuda perlahan menancap gas dan meninggalkan restoran menuju suatu tempat, entah dimana, untuk mewujudkan ucapan sang wanita tadi, ya untuk bersenang-senang.
           
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar